Powered by Blogger.

TULISAN TERPOPULER

Menata Ulang Pikiran

Kita lahir ke dunia sebagai manusia, diikat oleh tiga belenggu, yaitu belenggu pikiran [manas], ahamkara [ke-aku-an] dan sthula sarira [badan fisik]. Dimana manas [pikiran] adalah pelopor dari kedua belenggu yang lain, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Sehingga halangan besar manusia di dalam evolusi bathin adalah pikirannya sendiri. Dan langkah evolusi bathin terpenting adalah melampaui pikiran [berhenti didikte oleh pikiran] dan meniadakan ke-aku-an [nirahamkarah].

Sayangnya ini adalah hal yang berat dan tidak mudah untuk dilakukan. Terutama karena kita telah mengotori bathin kita selama jutaan kelahiran sebelumnya. Tapi dalam tahapan-tahapan evolusi bathin, langkah pertama bisa kita mulai dari selalu tekun dan sadar untuk selalu berpikir positif. Karena pikiran negatif akan membimbing kita menuju kemarahan, kebencian, permusuhan dan kegelapan bathin. Sebaliknya pikiran positif akan membimbing kita menuju kebaikan, welas asih, kedamaian, pikiran yang terkendali dan jalan kesadaran.
-[Sampai di suatu ketika, di suatu moment kita bisa sadar bahwa baik yang positif maupun negatif hanyalah refleksi dari persepsi pikiran kita sendiri]-.

1. MANACIKA [BERPIKIR POSITIF] : LANGKAH PERTAMA BAGI PEMULA

Bayangkan ketika istri kita sedang ngomel-ngomel cerewet, kalau kita berpikir negatif kita akan marah dan bertengkar. Sebaliknya kalau kita berpikir positif, “istri saya sedang mengingatkan kekurangan saya, istri saya sedang membimbing saya menjadi lebih baik, istri saya mengajarkan saya untuk belajar sabar”, maka kita tidak jadi marah dan bertengkar. Bisa jadi malah sayang-sayangan.

Bayangkan kalau anak kita nakal sekali, kalau kita berpikir negatif kita akan marah dan menyakiti anak kita. Sebaliknya kalau kita berpikir positif, “anak saya sedang bereksplorasi, anak saya penuh kreasi dan imajinasi, nakal adalah cara seorang anak bertumbuh menuju dewasa”, maka kita tidak jadi marah dan menyakiti anak kita. Kita akan membimbingnya untuk menyalurkan hal tersebut, misalnya dengan bermain.

Bayangkan kalau teman kantor memfitnah kita atau tetangga melempar rumah kita dengan batu, kalau kita berpikir negatif kita akan marah, benci, dendam dan balas menyakiti. Sebaliknya kalau kita berpikir positif, “dia sedang membimbing saya masuk surga atau bahkan merealisasi moksha, dia sedang memberi saya kesempatan membayar hutang karma”, maka kita tidak jadi marah, benci, dendam dan balas menyakiti. Karena kalau kita mampu membalas fitnah dengan kesabaran dan bahkan dengan kebaikan, bukankah kemungkinan masuk svarga loka atau merealisasi moksha menjadi lebih tinggi ?

Bayangkan kalau kita sedang terbaring lemah di rumah sakit, kalau kita berpikir negatif kita akan sedih, bingung, menyesal dan murung. Sebaliknya kalau kita berpikir positif, “semesta sedang mengingatkan saya betapa berharga waktu kita sehat, semesta sedang memberikan saya jeda waktu untuk merenungkan makna kehidupan, semesta sedang memberikan saya kesempatan untuk membayar hutang karma, semesta sedang mengajarkan saya untuk menjadi sabar dan bijaksana.”, maka kita tidak jadi sedih, bingung, menyesal dan murung.

Ketenangan-kesejukan bathin yang timbul dari ketekunan untuk selalu berpikiran positif ini akan membuat kita bisa menyelaraskan diri dengan situasi keadaan apapun. Kita tidak akan terseret oleh api sad ripu seperti kemarahan, rasa penasaran, penyesalan, kesedihan, keserakahan, dll.

>> Sebelum kita menilai sebuah situasi sebagai buruk, menyedihkan, sial, dll, dalam banyak sekali kasus kita tidak sadar bahwa PIKIRAN kita sendirilah yang negatif, sehingga sebuah situasi juga terlihat negatif.
>>Sebelum kita menilai orang lain sebagai salah, jahat, sesat, tidak punya malu, dll, dalam banyak sekali kasus kita tidak sadar bahwa PIKIRAN kita sendirilahlah yang kotor, sehingga orang lainpun terlihat kotor.

Kita tidak melihat hal-hal sebagai mana adanya, kita melihat hal-hal itu sebagaimana keadaan pikiran kita sendiri.

Sehingga sebelum kita memberi label buruk, kotor atau negatif kepada orang lain atau sebuah situasi, yakinkan diri dengan sekuat-kuatnya bahwa hanya PIKIRAN kita sendirilah yang negatif. 

Bagaimana kehidupan kita akan berjalan, kemana evolusi bathin kita akan bergerak, sangat dipengaruhi oleh PIKIRAN kita sendiri. Dan selalu tekun dan sadar untuk SELALU BERPIKIRAN POSITIF sangat menyelamatkan, baik menyelamatkan diri kita sendiri maupun orang lain. [Apalagi kalau hidup ini kita kemudian kita isi dengan welas asih dan kebaikan].

Dengan catatan hal ini hanya boleh dipahami melalui bathin yang jernih dan bening. Setelah itu, barulah kita semua akan bisa masuk ke dalam sebuah pemahaman tentang realitas diri yang sejati [Atma Jnana].

Note : Ini adalah langkah awal yang sangat penting bagi pemula, bagi mereka yang bathinnya masih penuh kekotoran.

2. MEMAHAMI RIAK-RIAK PIKIRAN : LANGKAH KEDUA [LANGKAH YOGA]

Kembali ke awal bahwa halangan besar manusia di dalam evolusi bathin adalah pikirannya sendiri. Dan langkah evolusi bathin terpenting adalah bagaiman melampaui pikiran [berhenti didikte oleh pikiran] dan meniadakan ke-aku-an [nirahamkarah].

Bagaimana melampaui pikiran dan meniadakan ke-aku-an ? Sadar bahwa baik yang positif maupun negatif hanyalah refleksi [bayangan] dari persepsi pikiran kita sendiri.

Maharsi Patanjali dalam buku Yoga Sutra menulis : "Yoga citta vritti nirodha” [yoga adalah aktifitas menghentikan riak-riak pikiran].

>>> Kesedihan, kemarahan, hawa nafsu, dll, muncul dari pikiran. Dari pengalaman dan hal-hal yang kita beri label negatif [tidak menyenangkan, menyakitkan, dll]. Begitu bayangan pikiran ini hilang atau pikiran teralih ke hal yang lain, maka dengan sendirinya semua emosi negatif tadi lenyap. Dia baru akan muncul kembali kalau bayangan pikiran kita kembali tertuju kepada pengalaman dan hal-hal yang kita beri label negatif tadi.

>>> Kebahagiaan, kesenangan, suka-cita, dll, juga muncul dari pikiran. Dari pengalaman dan hal-hal yang kita beri label positif [menyenangkan, memuaskan, dll]. Begitu bayangan pikiran ini hilang atau pikiran teralih ke hal yang lain, maka dengan sendirinya semua emosi positif tadi lenyap. Dia baru akan muncul kembali kalau bayangan pikiran kita kembali tertuju kepada pengalaman dan hal-hal yang kita beri label positif tadi.

Ini berarti bahwa pembuat segala emosi dan perasaan [baik positif maupun negatif] kita adalah bayangan persepsi pikiran kita sendiri. Segala sesuatu pengalaman dan kejadian yang terjadi dalam hidup kita sejatinya adalah hal yang wajar dan alami di dalam hukum-hukum semesta [hukum rta dan hukum karma]. Dia  tidak membawa kebahagiaan maupun kesedihan. Baik kebahagiaan maupun kesedihan, adalah produk dari riak-riak pikiran kita [permainan pikiran kita sendiri]. Begitu riak-riak pikiran kita berhenti, maka berarti berhenti pula baik kebahagiaan maupun kesedihan. Bukan berarti tidak berpikir, tapi berhenti didikte oleh pikiran. Bukan bahagia maupun sengsara, bukan puas maupun kecewa. Yang ada hanyalah kehidupan ini sebagaimana adanya, wajar dan mutlak. Disanalah ”sesuatu yang lain” akan muncul, yang disebut sebagai Atma Jnana.

Jalan dharma bukanlah tentang menjadi bahagia. Melainkan menjadi sadar bahwa tidak ada perbedaan antara mendapat pujian dan penghormatan orang dengan mendapat penghinaan dan pelecehan. Keduanya hanya didengar dengan penuh welas asih. Menjadi sadar bahwa tidak ada perbedaan antara mendapat kebahagiaan dengan mendapat kesedihan. Keduanya hanya dijalani dengan penuh welas asih. Yang bagus tidak menjadi akar kesombongan, yang jelek tidak menjadi akar kemarahan & permusuhan. Perasaan suka-tidak suka, sedih-bahagia, untung-rugi [semua dualitas] berhenti mensabotase realitas diri yang sejati.

Pikiran yang membanding-membandingkan, menilai, memilah-milah, adalah permainan pikiran yang menjadi sumber ledakan konflik-konflik batin. Realitas diri kita yang sejati terletak di atas segalanya ini. Hanya mereka yang memahami dan mengalami ini-lah yang dapat menyentuh Atma Jnana [kesadaran akan realitas diri yang sejati].

Note : Untuk dapat memahami hal ini, kita seyogyanya dalam keseharian selalu tekun berpikir positif [manacika] dan tekun hidup dengan welas asih dan kebaikan. Keduanya adalah pondasi dasar yang menentukan dari yoga. Kemudian langsunglah berpraktek meditasi.

oleh : Rumah Dharma - Hindu Indonesia
ilustrasi gambar : emgeemblogspotcom.blogspot.com
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

CHAT WITH US HERE !

Ada pertanyaan atau ingin posting artikel di blog ini ?hubungi kami disini dengan

Bayu Wardana



Arya Wibawa

About Me

My Photo
Peradah Indonesia Kota Semarang
Om swastiastu, Kami Perhimpunan Pemuda HIndu Indonesia(DPK Semarang) sekretariat : Pura Agung Giri Natha, Jl. Sumbing no.12 Semarang
View my complete profile

wibiya widget